Kerajaan Sriwijaya: Kejayaan Maritim di Abad ke-7 hingga ke-13
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di wilayah Asia Tenggara, tepatnya di Sumatra, Indonesia. Berdiri antara abad ke-7 hingga abad ke-13, Sriwijaya dikenal sebagai pusat kekuatan maritim yang menguasai jalur perdagangan antara China, India, dan wilayah-wilayah lainnya di Asia. Sebagai kerajaan yang mendominasi jalur perdagangan internasional, Sriwijaya tidak hanya berperan sebagai kekuatan politik, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan, pendidikan, dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara.
Asal Usul dan Pendirian Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya diperkirakan didirikan pada sekitar abad ke-7, meskipun sumber-sumber sejarah yang pasti mengenai pendiriannya masih terbatas. Beberapa ahli sejarah mengaitkan pendirian Sriwijaya dengan seorang raja bernama Dapunta Hyang, yang dikenal melalui prasasti yang ditemukan di Jambi, Sumatra. Prasasti ini menyebutkan bahwa Dapunta Hyang memimpin ekspedisi besar untuk mendirikan kerajaan dan memperluas wilayah kekuasaannya.
Sriwijaya kemungkinan besar berasal dari kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan armada lautnya untuk mengontrol jalur perdagangan di sekitar Selat Malaka, yang pada saat itu merupakan jalur utama antara India dan China. Sriwijaya dikenal sebagai pusat perdagangan yang penting, dengan pelabuhan utamanya yang terletak di sekitar kawasan Palembang, Sumatra Selatan. Keberadaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang unggul di Asia Tenggara juga didorong oleh kemajuan teknologi perkapalan dan navigasi pada masa itu.
Struktur Pemerintahan dan Kemakmuran Ekonomi
Sriwijaya dikenal memiliki sistem pemerintahan yang terorganisir dengan baik. Raja menjadi pemimpin tertinggi, dan di bawahnya terdapat para pejabat yang membantu mengatur wilayah yang luas. Pemerintahan Sriwijaya sangat bergantung pada kontrol jalur perdagangan laut, yang memungkinkan mereka mengumpulkan kekayaan melalui pajak dan upeti dari pedagang yang melintas di wilayah mereka.
Keberhasilan ekonomi Sriwijaya sebagian besar berkat posisinya yang strategis di jalur perdagangan internasional. Kerajaan ini menjadi tempat pertemuan berbagai bangsa dan budaya. Pedagang dari India, China, Arab, dan wilayah lainnya sering berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya untuk berdagang rempah-rempah, emas, perak, dan barang-barang berharga lainnya. Selain itu, Sriwijaya juga menguasai wilayah yang kaya akan sumber daya alam, seperti hasil pertanian, pertambangan, dan kehutanan.
Agama dan Kebudayaan di Sriwijaya
Salah satu pencapaian besar dari Kerajaan Sriwijaya adalah penyebaran agama Buddha, yang menjadi agama dominan di kerajaan ini. Sriwijaya menjadi pusat pembelajaran dan penyebaran agama Buddha Mahayana yang terkemuka di Asia Tenggara. Banyak candi dan vihara dibangun selama masa kejayaan Sriwijaya, termasuk di antaranya adalah Candi Muara Jambi yang menjadi bukti penting dari keberadaan kebudayaan Buddha di Sumatra.
Sebagai pusat pendidikan, Sriwijaya menarik perhatian banyak biksu dan pelajar dari berbagai belahan dunia, terutama dari China dan India. Salah satu tokoh terkenal yang datang ke Sriwijaya adalah biksu China, I Tsing, yang mengunjungi Sriwijaya pada abad ke-7 untuk mempelajari ajaran-ajaran Buddha. Ia menulis catatan perjalanan yang memberikan gambaran tentang keberadaan Sriwijaya sebagai pusat pembelajaran yang besar pada masa itu.
Selain agama Buddha, kebudayaan Sriwijaya juga dipengaruhi oleh budaya India, terutama dalam bidang seni, sastra, dan arsitektur. Banyak prasasti yang ditemukan di sekitar wilayah Sriwijaya yang menggunakan aksara Pallawa, sebuah sistem penulisan yang dipengaruhi oleh India. Seni dan arsitektur kerajaan ini juga menunjukkan pengaruh kuat dari India, terutama dalam desain candi dan bangunan keagamaan.
Kejatuhan Kerajaan Sriwijaya
Pada puncak kejayaannya, Kerajaan Sriwijaya menjadi salah satu kekuatan dominan di Asia Tenggara. Namun, kejayaan Sriwijaya tidak berlangsung selamanya. Beberapa faktor menjadi penyebab keruntuhan kerajaan ini, di antaranya adalah serangan dari kerajaan-kerajaan tetangga dan pergeseran jalur perdagangan. Pada abad ke-11, Sriwijaya mulai menghadapi ancaman dari kerajaan-kerajaan di sekitarnya, terutama Kerajaan Chola dari India yang melakukan serangan-serangan besar ke Sriwijaya. Kerajaan Chola juga mencaplok beberapa wilayah yang sebelumnya berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Selain itu, perubahan jalur perdagangan yang semakin mengarah ke Maluku dan wilayah lainnya juga mengurangi pentingnya Selat Malaka, yang menjadi jalur utama perdagangan di masa kejayaan Sriwijaya. Ketidakstabilan internal dan persaingan dengan kerajaan-kerajaan lokal juga berkontribusi terhadap kemunduran Sriwijaya.
Pada abad ke-13, kerajaan ini akhirnya runtuh dan digantikan oleh kerajaan-kerajaan lain seperti Majapahit di Jawa dan Kedah di Semenanjung Malaya. Meskipun Sriwijaya tidak lagi ada sebagai kekuatan politik, warisan budaya dan agama yang ditinggalkan kerajaan ini terus berpengaruh di wilayah Asia Tenggara, terutama dalam penyebaran agama Buddha.
Warisan Sriwijaya di Masa Kini
Meskipun Kerajaan Sriwijaya telah lama runtuh, warisan kebudayaan dan sejarahnya masih sangat terasa hingga saat ini. Banyak peninggalan arkeologis yang ditemukan di sekitar wilayah Sumatra, seperti prasasti, candi, dan situs-situs kuno yang mengindikasikan kejayaan kerajaan ini. Sriwijaya juga meninggalkan pengaruh besar dalam sejarah perkembangan agama Buddha di Asia Tenggara.
Bagi Indonesia, khususnya Sumatra, Sriwijaya menjadi bagian penting dari identitas sejarah dan budaya. Banyak situs bersejarah yang kini dilestarikan dan dijadikan objek wisata, seperti kompleks Candi Muara Jambi dan situs prasasti yang tersebar di berbagai tempat. Penemuan arkeologis yang terus dilakukan di wilayah ini juga membuka pemahaman lebih dalam tentang kekayaan sejarah dan kebudayaan kerajaan maritim terbesar yang pernah ada di Asia Tenggara.
Kesimpulan
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar dalam sejarah Asia Tenggara yang memainkan peran penting dalam sejarah perdagangan, agama, dan kebudayaan di kawasan ini. Kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan pendidikan, terutama dalam bidang agama Buddha, menjadikannya simbol kekuatan dan kebudayaan yang tinggi. Meskipun akhirnya runtuh pada abad ke-13, warisan Sriwijaya terus mempengaruhi perkembangan sejarah dan budaya di Indonesia dan Asia Tenggara hingga saat ini.
BACA JUGA : Tembok Besar China (Great Wall of China): Keajaiban Arsitektur Dunia yang Mengagumkan