Sistem Pemerintahan Parlementer di Indonesia: Sejarah, Prinsip, dan Implementasi

Pendahuluan

Sistem pemerintahan parlementer merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berasal dari dan bertanggung jawab kepada legislatif, yaitu parlemen. Pemerintahan parlementer memiliki ciri khas, di mana kepala negara berperan sebagai simbol dan kepala pemerintahan dijalankan oleh seorang perdana menteri yang dipilih oleh parlemen.

Artikel ini akan membahas secara mendalam sejarah penerapan sistem parlementer di Indonesia, prinsip-prinsip yang mendasarinya, kelebihan dan kelemahan sistem ini, serta alasan mengapa sistem ini tidak lagi digunakan di Indonesia saat ini.

ruang rapat


Sejarah Penerapan Sistem Parlementer di Indonesia

Sistem pemerintahan parlementer diterapkan di Indonesia pada masa awal kemerdekaan, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Periode ini berlangsung mulai dari tahun 1945 hingga 1959. Berikut adalah tahapan penting dalam penerapan sistem parlementer di Indonesia:

1. Awal Kemerdekaan (1945–1949)

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, UUD 1945 diterapkan sebagai konstitusi dasar Indonesia. Meskipun UUD 1945 mengadopsi sistem presidensial, dalam praktiknya, sistem parlementer mulai terlihat. Hal ini terjadi karena pemerintah sangat bergantung pada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yang memiliki fungsi mirip dengan parlemen.

2. Masa Konstitusi RIS (1949–1950)

Pada tahun 1949, Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Konstitusi RIS. Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah parlementer. Perdana Menteri menjadi kepala pemerintahan, sementara Presiden bertindak sebagai kepala negara yang hanya memiliki peran seremonial.

3. Masa UUDS 1950 (1950–1959)

Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan pada tahun 1950, Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Sistem pemerintahan parlementer tetap dipertahankan, di mana Perdana Menteri menjadi pemimpin pemerintahan yang bertanggung jawab kepada parlemen.

Namun, masa ini diwarnai oleh ketidakstabilan politik karena seringnya pergantian kabinet. Hal ini menyebabkan lemahnya pemerintahan dalam menjalankan kebijakan secara konsisten.

4. Berakhirnya Sistem Parlementer (1959)

Pada tahun 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan kembali menggunakan UUD 1945. Dengan dekrit ini, Indonesia secara resmi meninggalkan sistem parlementer dan beralih ke sistem presidensial.


Prinsip-Prinsip Sistem Parlementer

Sistem pemerintahan parlementer didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

  1. Kedaulatan Rakyat melalui Parlemen
    Parlemen memegang kendali utama dalam sistem ini. Pemerintah bertanggung jawab langsung kepada parlemen, dan parlemen memiliki hak untuk membubarkan kabinet melalui mosi tidak percaya.
  2. Pemimpin Eksekutif yang Dipilih Parlemen
    Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan dipilih dari anggota parlemen atau partai yang memiliki mayoritas kursi di parlemen.
  3. Kepala Negara sebagai Simbol
    Dalam sistem parlementer, kepala negara (Presiden atau Raja) hanya berfungsi sebagai simbol persatuan dan tidak memiliki kekuasaan eksekutif yang nyata.
  4. Keseimbangan Kekuasaan
    Sistem parlementer menekankan keseimbangan antara eksekutif dan legislatif, di mana keduanya saling mengawasi.

Kelebihan Sistem Parlementer

  1. Efisiensi dalam Pengambilan Keputusan
    Karena eksekutif berasal dari parlemen, kebijakan pemerintah cenderung mendapat dukungan penuh dari mayoritas parlemen, sehingga proses legislasi lebih cepat.
  2. Responsif terhadap Kebutuhan Rakyat
    Jika pemerintah gagal memenuhi kebutuhan rakyat, parlemen dapat membubarkan kabinet dan memilih pemimpin baru yang lebih kompeten.
  3. Fleksibilitas Politik
    Sistem ini memungkinkan perubahan kebijakan secara cepat jika diperlukan, karena parlemen memiliki kontrol langsung terhadap pemerintah.

Kelemahan Sistem Parlementer

  1. Ketidakstabilan Pemerintahan
    Seringnya pergantian kabinet dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi, seperti yang terjadi di Indonesia selama periode parlementer.
  2. Dominasi Partai Mayoritas
    Partai mayoritas di parlemen memiliki kontrol besar terhadap pemerintahan, sehingga dapat menimbulkan otoritarianisme jika tidak diawasi dengan baik.
  3. Kurangnya Independensi Eksekutif
    Perdana Menteri harus selalu menjaga hubungan baik dengan parlemen agar kabinetnya tidak dibubarkan, yang kadang menghambat pengambilan keputusan yang berani.

Alasan Tidak Lagi Menggunakan Sistem Parlementer di Indonesia

Penerapan sistem parlementer di Indonesia berakhir pada tahun 1959 karena beberapa alasan:

  1. Ketidakstabilan Politik
    Seringnya pergantian kabinet menyebabkan pemerintahan tidak mampu menjalankan program-programnya secara efektif. Selama periode 1950–1959, Indonesia mengalami lebih dari tujuh kali pergantian kabinet.
  2. Krisis Kepercayaan Publik
    Rakyat kehilangan kepercayaan terhadap sistem parlementer karena ketidakmampuannya menciptakan stabilitas politik dan ekonomi.
  3. Dekrit Presiden 1959
    Presiden Soekarno menganggap bahwa sistem parlementer tidak sesuai dengan budaya politik Indonesia, sehingga melalui Dekrit Presiden 1959, beliau mengembalikan sistem pemerintahan ke presidensial.

pidato

Kesimpulan

Sistem pemerintahan parlementer pernah menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia, terutama selama masa awal kemerdekaan. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, seperti efisiensi dalam legislasi dan fleksibilitas politik, sistem ini juga membawa banyak tantangan, termasuk ketidakstabilan politik dan seringnya pergantian kabinet.

Penerapan sistem parlementer di Indonesia akhirnya dihentikan pada tahun 1959 karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya politik bangsa. Namun, pengalaman ini memberikan pelajaran berharga bagi perkembangan sistem pemerintahan Indonesia hingga saat ini.

Sistem parlementer tetap relevan untuk dipelajari sebagai bagian dari sejarah politik Indonesia dan sebagai bahan perbandingan dengan sistem presidensial yang sekarang diterapkan.

BACA JUGA : Sistem Pemerintahan Indonesia Sejak 1945: Perjalanan, Perubahan, dan Dinamika

Please follow and like us:
Pin Share
Facebook
X (Twitter)